oleh: Muhammad Syahrul Fakhri
T iba-tiba saya ingin mencatat tentang ini, tentang bagaimana seorang guru mendidik anak muridnya dengan baik. Saya tidak bermaksud menggurui para guru atau mungkin sok beud mantap mengajarkan guru-guru. Tidak, saya tidak seperti itu. Saya hanya ingin menulis dari apa yang pernah terjadi dan apa yang pernah saya alami.
Satu kisah dimana ketika saya menjadi seorang siswa, saya bukanlah siswa yang pintar, cerdas, brilliant atau lain sebagainya. Saya hanyalah seorang siswa yang biasa saja, tidak pintar dan juga tidak terlalu bodoh. Karena saya yakin, saya masih mempunyai keahlian dibidang lain walau dibidang tertentu saya tidak ahli. Suatu ketika, Ramadhan 2006 kalau saya tidak salah. Saat itu saya duduk dibangku kelas dua Aliyah. Saya dan seluruh siswa diwajibkan mengikuti Aktifitas Ramadhan selama sepuluh hari diawal bulan ramadhan. Saya yang juga sebagai siswa disekolah itu tentunya turut ikut serta dalam aktifitas tersebut. Namun belum beberapa hari saya mengikuti kegiatan tersebut, saya terpaksa berhenti karena tidak kuat dengan sistem mengajar salah seorang guru. Bukan tujuan saya ingin mengungkit-ngungkit masa lalu, tidak sama sekali. saya hanya ingin agar saya dan semua orang dapat mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Saat itu, ketika belajar-mengajar tengah berlangsung dengan pelajaran kitab kuning. (Kitab tipis dengan kertas berwarna kuning dan berbahasa arab tanpa harakat. biasa juga disebut dengan kitab gundul dalam istilah pesantren). Tiba-tiba saya ditunjuk oleh guru saya untuk membaca kitab yang tanpa harakat itu. saya-pun terdiam kaget, kenapa saya yang ditunjuk untuk membaca, dalam hati saya berkata. Saya pun terus terdiam karena kebingungan apa yang saya akan baca, saya pun mencoba bertanya kepada teman disamping saya. Karena, saat itu saya sama sekali belum bisa membaca kitab kuning dengan baik. Saya sangat lemah dalam bidang ini. Ditambah dengan mengharuskannya menterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia sekaligus, hingga membuat saya gugup dan takut membacanya. Teman yang tepat disamping saya pun tidak berani untuk membantu saya. Tiba-tiba saya terkejut, guru saya naik pitam, beliau mulai mengangkat alis matanya dan menatap tajam wajah saya dengan matanya. Beliau mulai menghardik saya, lalu mengangkat keras suaranya. Beberapa kalimat serapah pun terhujam kepada saya, mulai dari blo'on, bodoh, budeg, otaknya gak jalan dan lain-sebagainya. Saya pun menahan tangis karena dicaci seperti itu, dada saya pun sesak ketika guru saya menghardik saya dengan kata-kata kasarnya. saya serasa dipermalukan didepan teman-teman saya. Rasanya saya ingin keluar saja dari kelas saat itu, namun tetap saya tahan. Dan tangis itu pun masih saya tahan, saya tidak bisa melupakan hinaan yang sangat kasar itu, karena baru pertama kalinya dalam hidup saya dicaci maki macam itu. Dan ketika belajar mengajar selesai, saya langsung menuju kamar dan akhirnya menangis sejadinya, karena tak kuasa menahan sakit dari amarah guru akibat tidak bisa membaca dan menerjemahkan kitab tersebut. Setelah sebagian airmata habis saya keluarkan dibelakang teman-teman saya, akhirnya saya pun melarikan diri dari tempat saya menuntut ilmu. Pengecut memang. Tetapi, sungguh betapa traumanya saya diperlakukan seperti itu oleh guru saya. Saya pun pergi tanpa sepengetahuan siapapun. Dan saya sendiri tidak tahu harus pergi kemana, jika saya pulang, maka Ibu saya pasti akan bertanya kenapa saya pulang, dan saya harus menjawab apa kepada Ibu. Akhirnya saya hanya bisa mengitar-ngitari wilayah Kota Bekasi saat itu. Sampai menjelang berbuka puasa. Ketika waktu berbuka semakin mendekat langkah saya berakhir di Masjid terbesar Kota Bekasi. Masjid Al-Barkah. Saya mencoba melupakan bayangan amarah guru saya, namun tetap saja tidak bisa, saya masih sangat trauma. Dari berbuka puasa bersama, sholat tarawih, tadarus, sampai tidur pun akhirnya harus dihalaman masjid. Bahkan sampai ketemu pagi saya masih berada dimasjid Al-Barkah karena tidak tahu kemana lagi saya melanjutkan perjalanan saya. Saya pun diusir oleh penjaga masjid karena dicurigai.
Kisah dari pengalaman saya diatas, sangat menyisakannya sampai saat ini. saya menjadi sangat sensitif dan tidak percaya diri jika ada orang yang mengganggu saya, apalagi jika sampai memarahi saya. Rasanya, kata-kata serapah seperti bodoh, blo'on, budeg, otaknya gak jalan kembali datang dan terngiang-ngiang difikiran saya. Dan saya sangat trauma jika dimarahi oleh siapapun.
Begitulah, setelah sekian lama saya merenungkannya, saya dapat mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Jika suatu masa saya menjadi seorang guru, rasanya tidaklah tepat jika saya (seorang guru) berlaku berlebihan kepada anak murid atau anak didik saya seperti itu, baik dari perlakuan (perbuatan) saya ataupun kata-kata yang diucapkan oleh saya. Karena pada dasarnya, seorang guru adalah orang yang mulia, yang secara tidak langsung sedang berdakwah dalam mensyiarkan agamanya. Yang seharusnya bisa lebih mengawal dirinya dengan lebih bersabar dalam hal dan keadaan apapun. Jika tujuannya tegas, memang tegas itu baik dan diperlukan, saya pun setuju. Namun tegas disini, dalam pandangan saya bukanlah dengan melakukan atau mengucapkan sesuatu yang kasar kepada anak didiknya hingga membuat anak didiknya menjadi trauma, dan mentalnya berubah menjadi penakut bahkan sampai menjadi pesimis. Tegas seperti ini menurut saya bukanlah tegas, tetapi lebih tepatnya emosi yang berlebihan.
Seorang guru akan menjadi nyaman dikalangan anak didiknya jika sang guru berlaku sabar dalam mendidik mereka. Sabar disini bisa berupa, mengambil langkah dengan menasihati (memotivasi/memberikan semangat) dan mendekatkan diri kepada mereka. Jika mereka salah atau tidak bisa menjalankan suatu tugasnya dengan baik. Seharusnya guru mengerti, bahwa tidak semua anak didiknya ahli dalam bidang itu. mungkin mereka lebih cenderung kepada bidang lain. dengan begitu guru harus memberikan pemahaman lebih dan motivasi yang dapat membuat anak didiknya menjadi semangat didalam belajarnya. Jika menerapkan hukuman itu diperlukan, bagi yang tidak dapat menjalankannya, -pun menurut saya suatu yang bagus, selagi hukuman itu mengandung sesuatu yang bermanfaat bagi kelangsungan perkembangan anak didik. Kecuali memang, jika murid itu berlaku ulah yang tidak wajar, seperti merokok, mabuk, bolos, mencemarkan nama baik sekolah dan lain sebagainya. Yang seperti ini selain harus diberi nasihat, harus pula diberi peringatan yang keras. Keras dalam artian yang dapat membuatnya menjadi kapok agar tidak mengulangnya kembali. Misal, di keluarkan dari sekolah dan lain sebagainya. Jika masih dalam hal yang wajar, dan masih bisa diperbaiki, menurut saya, bersabarlah dan janganlah emosi apalagi sampai mencaci maki atau sampai merendahkan harga dirinya. Seorang guru haruslah mengerti, bahwa mereka (murid) mempunyai karakter yang berbeda-beda. Tingkat pemahaman yang berbeda-beda dan intelektual yang juga berbeda. Dengan begitu seorang guru seharusnya mengetahui karakter masing-masing anak muridnya. Lalu bisa mengajar dengan sistem yang tepat dan benar. Tidak menyamakan semua murid dengan satu murid yang paling pintar. Serta tidak juga membeda-bedakan murid yang kualitas intelektualnya tinggi dengan murid yang kualitas intelektualnya rendah. Karena hal ini akan mempengaruhi psikologis anak didik. Singkatnya, seorang guru harus mempunyai manajemen mengajar yang baik, yang bisa diterima dan disukai oleh anak didiknya. Satu hal yang tidak pernah guru-guru tahu darinya, bahwa anak didiknya sangat mencintai dan mengagumkan seorang guru yang penyabar, yang selalu mengutamakan pemahaman, bukan memaksa anak didiknya agar cepat faham. kemudian selalu memberi semangat, motivasi dan pesan-pesan yang membuatnya maju, selanjutnya seorang guru selayaknya dekat dengan anak-anak didik, bahkan menganggapnya seperti anaknya sendiri. dan yang utama adalah mereka mencintai dan mengagumkan guru yang berakhlak mulia, yang dapat mencontohkan kepada mereka kepada jalan yang benar. Baik perbuatan ataupun perkataan.
Contoh kecil, saya mempunyai guru, beliau mengajar dalam bidang matematika. Namanya Bapak (Almarhum) Zubair Murikh. Dimata saya, beliau adalah tipe guru yang penyabar, yang mengutamakan pemahaman, yang selalu berusaha untuk memotivasi, bersahaja, dan tidak pernah emosi kepada anak didiknya. Walaupun saya sangat tidak suka dengan pelajaran matematika, namun saya selalu senang dan selalu mengharapkan guru ini agar terus mengajar matematika. Karena saya merasa nyaman mempelajari pelajaran yang saya tidak suka dari orang yang sabar dan mengutamakan pemahaman. Karena dengan begitu, saya tidak merasa jenuh, bosan ataupun takut pada matematika. Satu ungkapan beliau yang sampai saat ini saya masih ingat, "orang sukses itu adakalanya hari ini (ketika mudanya) dan adakalanya nanti (ketika sudah meranjak tua). Jadi, bagi yang tidak sukses hari ini, yakinlah nanti anda akan tetap sukses."
Semua penjelasan diatas hanyalah sebuah pemikiran dari perenungan saya pribadi. Jika kelak saya diembani tanggung jawab menjadi pengajar atau guru dari murid-murid saya. Maka saya harus memiliki sistem atau manajemen yang tepat dalam mendidik anak-anak didik saya. Jika masih ada hal atau jalan yang lebih baik dalam membawa anak didik, maka itulah yang terbaik. Dibanding dengan emosi dan tingkah laku yang justeru membuat murid menjadi benci kepada guru, membuat murid menjadi trauma, membuat murid menjadi penakut bahkan pesimis karena merasa dirinya bagian dari golongan orang-orang yang bodoh. Indonesia sedang membutuhkan guru yang dapat memajukan anak-anak atau pemuda-pemudanya menuju yang lebih baik. Karena saat ini bangsa kita sedang krisis dekadensi moral. Oleh sebab itu ketika disekolah, gurulah yang menjadi tanggung jawab anak-anak. Dan ketika dirumah orangtualah yang menjadi tanggung jawab menjaga anak-anaknya. Jika kedua-keduanya tidak saling mengangkat dan berpegang erat, maka anak-anak atau pemuda-pemuda bangsa ini akan jatuh pada lubang yang salah. Sehingga tidak dapat menggenggam masadepannya dengan benar.
Begitu pula, seorang guru harus mendukung apapun yang dilakukan oleh anak-anaknya. Selama yang dilakukan itu baik dan bermanfaat. Jika mereka ahli dalam bidang tertentu atau mereka melakukan sesuatu untuk kebaikan bersama, hal ini harus didukung dan disemangati, baik dengan dukungan moril ataupun materi. Saya dapat memetik dari pengalaman saya, ketika saya disekolah dahulu disaat saya menjabat sebagai pengurus ketua Departemen Keterampilan, yang khusus menangani bidang skill siswa-siswa dan lingkungan hidup (penghijauan). Saya dapat melihat bagaimana peran guru-guru saya saat itu. saya tidak mengatakan guru-guru saya tidak mendukung atau tidak peduli dengan apa yang telah kami lakukan. Hanya saja saya melihat kami kurang diperhatikan. Ketika bagaimana kami mencoba berbuat (melakukan sesuatu) untuk menciptakan lingkungan sekolah menjadi hijau dan indah. Dengan berbagai macam cara, mulai dari membuat taman, menanam dan memperbanyak pohon dan tumbuhan lainnya. Alhasil, karena kurangnya perhatian dari pihak sekolah atau guru-guru yang bersangkutan, usaha yang sedang berlangsung itu pun akhirnya tersendat bahkan menjadi mati. Karena tidak hanya dari pihak sekolah saja yang kurang perhatian kepada program kerja kami saat itu, melainkan dari pihak pengurus lainnya pun kurang jeli untuk menjaga kekelestarian lingkungan sekolah. Yang tejadi, akhirnya tanaman-tanaman yang sedang dilestarikan banyak yang hilang, diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, pohon-pohon menjadi hancur akibat dimakan kambing-kambing yang berkeliaran, dan pagar-pagar taman diambil alih oleh pengurus lain. Seperti itulah, contoh jika berbagai pihak tidak ikut serta memperhatikan atau tidak peduli atas apa yang sedang oranglain lakukan, yang padahal hasilnya untuk bersama. Sedih memang, tetapi itulah kenyataannya. Semoga ada hikmah dari kekhilafan ini.
***
Selanjutnya, selain seperti yang demikian itu, bagaimana agar kita (seorang guru) bisa menjadi guru yang dapat memuaskan anak-anak atau orang-orang disekitar kita dengan jawaban-jawaban kita? Karena tentunya seorang guru pasti menjadi tempat bertanya anak-anak didiknya atau bahkan orang-orang disekitarnya.
Seorang guru yang baik, selalu mempunyai cara yang baik pula dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan orang. Agar orang-orang merasa puas dengan penjelasan yang telah kita jawab, ada beberapa cara yang bisa membantu guru-guru dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Saya dapat mengambil point-point penting dari sebuah buku "Sumur Yang Tak Pernah Kering-Biografi K.H.M. Syafi'i Hadzami" kemudian saya tulis sebagai berikut:
- Mulai menjawab dengan yang paling dasar seperti, pengertian/definisi/batasan dari masalah yang dibahas, baik pengertian menurut bahasa maupun menurut istilah. Dengan cara pertama ini orang akan mengetahui lingkup dari permasalahannya.
- Lalu, bagi Umat Islam mengemukakan dengan ayat-ayat Al-Qur'an, hadits-hadits Nabi, dan pendapat-pendapat ulama terdahulu (turats) ataupun ulama saat ini (kontemporer) yang diambil dari kitab yang mu'tamad artinya, kitab-kitab yang diakui atau banyak dijadikan rujukan ulama-ulama.
- Setelah itu, menggunakan analogi (perbandingan) agar jawaban yang disampaikan menjadi lebih nyambung dengan permasalahan. Dengan begitu akan ditemukan inti-inti kemudahan dalam penyelesaiannya.
- Sesekali menggunakan humor yang wajar dan sekedarnya. Dengan cara seperti ini dapat mengurangi ketegangan atau dapat menghilangkan kejenuhan didalam menyampaikan penjelasan.
- Dalil-dalil yang dikemukakan (termasuk nash-nash, pendapat-pendapat ulama atau perkataan-perkataannya ditulis sama seperti aslinya, kemudian baru diiringi dengan terjemahannya. Sumber-sumber rujukannya juga tidak lupa disebutkan dengan jelas. Dan jika mengutip suatu hadits, selalu menyebutkan perawinya.
- Menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu dengan jawaban yang agak meluas dan terperinci. Akan tetapi seluas atau serinci apapun jawabannya tetap tidak terlepas dari inti permasalahannya.
- Serius dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan. Jika tidak tahu jawabannya, maka tidak perlu malu untuk mengatakan 'saya belum tahu jawabannya dan akan saya cari dan kaji lagi'.
- Yang terakhir yang tidak kalah pentingnya, menggunakan bahasa yang mudah difahami, tidak menjelimet atau berputar-putar.
Saya terkagum-kagum dengan guru saya yang satu ini, beliau adalah Almaghfurlah Mu'allim K.H. Muhammad Syafi'i Hadzami. Bagi orang betawi tulen khususnya yang tinggal di Jakarta pasti mengenal ulama betawi yang satu ini. Beliau dimata saya, (walaupun saya belum pernah bertemu dengan beliau tetapi saya dapat merasakan betapa agungnya Ilmu dan akhlaknya) adalah sosok guru yang tepat dijadikan contoh oleh guru-guru lainnya. Bagaimana akhlak beliau ketika mengajar, akhlak beliau kepada murid-muridnya, akhlak beliau kepada ilmu, akhlak beliau kepada siapapun. Patutlah dicontoh. begitu sederhana, rendah hati dan tawadhu'nya, sehingga beliau disegani oleh ulama-ulama lainnya. terkadang jika saya sedang teringat beliau saya sangat merindukan sosok guru yang seperti dirinya. Belum sempat saya berguru kepadanya namun Allah sudah terlebih dahulu memanggilnya. Allah lebih mencintainya.
Ada banyak hal yang saya garis bawahi tentang akhlak beliau didalam buku biografi yang ditulis oleh muridnya, tidak ada maksud lain, tujuan saya tak lain agar saya dapat selalu mencontoh akhlak beliau dan menjaga akhlak saya kepada siapapun. Diantara akhlak-akhlak beliau yang diceritakan didalam buku itu seperti, diantaranya;
- Pada saat orang-orang di masa sekarang –bahkan termasuk sebagian ulamanya—gemar berpenampilan mewah, Mu'allim Syafi'i Hadzami tetap saja tampil bersahaja. Sejak dulu, penampilan beliau tidak berubah. Kesederhanaan tetap menjadi ciri yang paling menonjol dari dirinya. Ketika mengajar, berceramah, atau bahkan saat menghadiri resepsi-resepsi, Mu'allim biasa tampil dengan pakaian yang biasa-biasa saja yang tidak berbeda dengan kebanyakan jama'ah majelis taklimnya.
- Cara Mu'allim bertutur pun biasa-biasa saja; tidak berlebihan atau dibuat-buat. Ketika mengajar atau berceramah, ia berbicara seadanya dan tidak berusaha mengemasnya dengan berbagai istilah yang jarang didengar orang awam agar kelihatan lebih hebat dan ilmiah. Setiap orang yang mendengar ceramahnya, hampir dapat dipastikan akan menilai bahwa pembicaraan beliau itu sistematis, terarah, dan tidak menyimpang kemana-mana.
- Sebagai bumbu pembicaraan, humor pun terkadang beliau gunakan. Tetapi humor yang diselipkannya tetap dalam kerangka tema yang dibicarakan dan tidak menjadi sesuatu yang dominan. Beliau tidak mau melawak dalam berceramah atau mengajar. Karena bila demikian, muri-murid hanya akan mendapat bekal kelucuan-kelucuan, bukannya ilmu dan bimbingan yang dibutuhkan.
- Mu'allim K.H.M. Syafi'i Hadzami selalu berusaha tenang dalam segala tindakannya. Bila menghadapi sesuatu, beliau tampak berusaha mengendalikan diri dan tidak cepat-cepat bereaksi. Emosinya tidak mudah terpancing, bahkan ketika menghadapi masalah-masalah serius sekalipun.
- Dalam bergaul atau dalam menerima tamu, kita melihat beliau tidak mau membeda-bedakan orang. Setiap orang, baik tua maupun muda, orang alim maupun orang awam, kaya ataupun miskin, kawan dekat maupun orang yang baru dikenal, semuanya diperlakukan dengan cara yang menyenangkan. Dengan perlakuan demikian, mereka yang biasanya kurang "diorangkan" oleh orang-orang lain pun, merasa bahwa diri mereka mempunyai arti dihadapan beliau. Jika beliau ditemui oleh dua orang, maka beliau akan mengajak berbicara keduanya, bukan salah satunya saja, sekalipun orang yang satu itu hanya sekedar mengantar atau sopir dari orang yang ingin bertemu dengan beliau. Beliau tidak pernah meremehkan oranglain, siapapun itu.
- Kesederhanaan, ketenangan, dan keramahan merupakan hiasan-hiasan beliau yang sangat kentara. Dari sifat-sifat ini ditambah keluasan ilmu yang dimiliki, terpancarlah kewibawaan yang begitu besar pada diri beliau. Orang yang berhadapan dengan beliau akan merasakan benar kewibawaannya ini. sungguh-pun demikian, kewibawaannya itu tidak membuat orang menjadi takut untuk berdekatan dengannya. Bahkan, orang yang pernah bertemu dan berbicara dengan beliau akan sangat berharap saat-saat seperti itu terulang kembali.
- Mu'allim Syafi'I Hadzami memiliki kepribadian yang menyenangkan. Beliau seorang yang sabar, jarang mengatakan "jangan/tidak", dan selalu berusaha memenuhi kebutuhan oranglain. Jika ada tamu yang datang ia tidak bisa (atau tepatnya: tidak mau) menolak walaupun akan segera berangkat mengajar. Biasanya beliau melayani tamu dahulu sesuai kebutuhan tamu, dan kemudian baru beliau berangkat mengajar.
- Beliau tidak mau menolak orang-orang yang membutuhkannya dan selalu memenuhi hajat mereka.
- Penguasaan ilmu agama Mu'allim Syafi'I Hadzami diakui oleh banyak orang begitu mendalam dan sangat luas. Walaupun demikian, beliau tidak menampakkan sikap dan perilaku sebagai orang yang merasa lebih dibandingkan oranglain.
- Beliau tidak mau menjelek-jelekkan atau mengungkap kekurangan-kekurangan oranglain.
- Beliau menjelaskan; pertanyaan murid tidak selamanya mudah dijawab. Kalau kebetulan saya tidak bisa menjawabnya, saya bilang tidak bisa. Jika terasa ada yang kurang sempurna dari jawaban saya, maka pada malam harinya diwaktu senggang, saya buka lagi kitab-kitab.
- Terhadap para penuntut ilmu, Mu'allim memang sangat memberikan perhatian. Beliau berpesan kepada keluarganya agar mementingkan para penuntut ilmu dan memberikan perhatian yang besar kepada mereka.
- Beliau tidak mau berpura-pura tahu bila memang beliau belum tahu, dan tidak suka berpura-pura ingat bila memang beliau lupa.
Penulisnya mengatakan; mereka yang belum mengenal beliau, mungkin akan menilai penggambaran ini sebagai hal yang terlalu berlebihan. Biografi memang begitu! Selalu ingin memuji-muji orang, sedangkan kekurangan-kekurangannya selalu ditutup-tutupi! Mungkin komentar-komentar seperti itulah yang akan muncul. Tetapi mereka yang telah bertemu, berbincang-bincang, dan duduk satu majelis dengan beliau, akan dapat menilai apakah uraian-uraian itu merupakan pujian yang berlebihan atau memang kenyataan yang sebenarnya.
Subhanallah, Sungguh saya sangat merindukan beliau. Terkadang hati saya bertanya, mengapa saya tidak diberi kesempatan untuk bertemu dengan beliau didunia ini. mengapa saya baru kenal beliau setelah beliau tiada. Semoga Allah SWT menempatkan engkau disurga-Nya bersama para anbiya dan orang-orang shaleh lainnya. Amin.
'Ala kulli hal. Guruku…, bersabarlah dalam mendidik kami. Ikhlaskan setiap langkah, suara dan lelahmu untuk kami. Kami mencintaimu, kami membutuhkan bimbingan dan ilmu darimu. Do'akan kami agar dapat meneruskan jejakmu. Karena hanya jejakmu yang paling mulia.
Terima kasih guru atas segalanya, dan maafkan kami atas segala kesalahan kami (murid-muridmu).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar