27 Mei 2011

Harapan Besar (Bagian Satu)


oleh: Muhammad Syahrul Fakhri
Sebenarnya ini adalah penjelasan lanjutan dari mimpi besar saya yaitu tentang mendirikan sebuah perguruan ilmu dan lapangan pekejaan yang besar, dari taman kanak-kanak sampai Universitas. Yang lebih dikhususkan untuk orang-orang yang kurang mampu; anak-anak yatim piatu, anak-anak jalanan dan lain sebagainya. Begitu pun dengan lapangan pekerjaan, yang lebih saya fokuskan untuk mereka para orangtua-orangtua dari kalangan  menengah kebawah atau orangtua-orangtua dari anak-anak yang kurang mampu itu sendiri. Karena saya melihat, pengangguran di negeri ini bukan semakin berkurang tetapi yang ada justeru semakin meningkat. Walaupun Pemerintah saat ini menyatakan bahwa pengangguran tinggal 10 persen ditahun 2014. Namun saya melihat, realitanya dilingkungan sekitar tidak begitu, anak-anak jalanan justeru semakin banyak berkeliaran, pedagang asongan semakin memadati pinggir-pinggir jalan dan para sarjana-sarjana muda semakin banyak yang menganggur. Tentunya kita tidak ingin, ini menjadi sesuatu yang terus-terusan. Kita harus mempunyai keinginan bahwa bangsa kita bisa keluar dari belenggu pendidikan yangtidak bermutu, kemiskinan yang menjangkut dan pengangguran yang menjadi sebuah profesi.

Begitulah, berawal dari rasa cemas saya kepada masadepan bangsa Indonesia, maka dengan itu lahirlah sebuah harapan besar saya tentang keinginan mendirikan perguruan ilmu yang besar, tidak hanya besar melainkan juga bermutu tentunya. Yang harapannya dapat membantu permasalahan negeri ini. Negeri dimana tempat saya lahir dan menjadi berkembang dewasa. Saya telah mempunyai konsep tentang sesuatu yang saya ingin dirikan. Walaupun ini baru sebatas impian, tetapi saya rasa tidak ada salahnya, jika saya bermimpi dengan tujuan yang baik ini, yang tidak hanya saya saja yang akan merasakan kebaikannya tetapi juga semua orang juga dapat merasakannya. Saya sangat yakin, Tuhan selalu memberikan jalan keluar dan petunjuk-Nya serta meluaskan rizki kepada hamba-Nya yang berniat baik, Insya Allah. Ya, dengan konsep 60% saya fokuskan untuk kelimuan (pendidikan), 20% saya fokuskan untuk pemberdayaan wirausaha dan 20% nya lagi saya fokuskan untuk pengembangan diri anak-anak didik saya. Dengan begitu anak-anak yang saya didik, dalam hal ini anak-anak kurang mampu dari berbagai kalangan dapat memanfaatkan apa yang sudah dibekalkan kepadanya. Dengan konsep 60% keilmuan itu, diharapkan anak-anak asuh saya (anak jalanan, yatim piatu dll) memiliki pengetahuan dan wawasan kelimuan yang cukup, sesuai bidang-bidang yang telah dipilihnya masing-masing. Namun tidak hanya bekal bidang yang mereka pilih saja, jika bidang mereka adalah ilmu pengetahuan umum (eksakta) maka bidang agama pun harus mereka fahami dan kuasai. Namun tidak sampai memberatkannya. Seperti yang Einstein katakan, "ilmu pengetahuan tanpa agama pincang." Begitupun dengan mereka yang memilih bidang agama. Mereka tidak hanya harus fokus pada bidang agama saja, melainkan juga mereka harus faham ilmu-ilmu pengetahuan tentang keduniaan. Namun begitu juga hal ini tidak sampai memberatkan mereka. Dengan begitu, dunia dan akhirat mereka akan seimbang. Mereka akan saya didik agar tidak hanya sukses didunia, tetapi juga sukses di akhirat. Seorang fisikawan, arsitektur, ekonom, bisnisman dan lain sebagainya. Haruslah menjadi seorang fisikawan, fisikawan yang beriman. Ekonom, ekonom yang beriman. Bisnisman, bisnisman yang beriman, dan seterusnya. Begitupun sebaliknya, jika mereka adalah seorang yang faham agama, faham seputar masalah fiqih, aqidah, syari'ah, hukum dan lain sebagainya. Tidaklah mereka harus mengerti tentang seputar agamanya saja. Seorang agamawan yang baik adalah mereka faham agama tetapi juga faham dan mengerti tentang ilmu-ilmu umum (keduniaan). contoh, seorang Ulama (tokoh panutan dalam agama Islam).  Baiknya tidak hanya faham dan mengerti bahasa arab dan pengetahuan islam saja, tetapi juga mereka faham dan bisa berbahasa inggris (bahasa asing) atau bidang ilmu umum lainnya. Karena selain bermanfaat untuk menambah wawasan dalam berdakwah. Ia juga sangat berpengaruh sekali dengan zaman yang terus berkembang seperti sekarang ini. dengan begitu seorang ulama tidak hanya menjadi panutan orang-orang didaerahnya saja, akan tetapi harus menjadi panutan orang-orang diluar sekitarnya. Para Ulama harus naik tarafnya menjadi lebih tinggi. Artinya mereka sudah harus bedakwah lebih luas ruang lingkupnya (internasional).

Setelah keilmuwan atau pendidikan saya fokuskan dengan prioritas 60%. Selanjutnya saya memprioritaskan pemberdayaan wirausaha dan pengembangan diri, sama-sama dengan 20%. 60+20+20=100. Karena dalam hal ini saya memandang, anak-anak diperguruan saya kelak tidaklah tepat jika dididik hanya dengan ilmu-ilmu pengetahuan saja mereka juga harus dididik dengan "keterampilan" dalam hal ini yang saya maksud sebagai langkah agar mereka dapat berwirausaha mandiri. Atau bahasa kerennya agar anak-anak mempunyai jiwa Entrepreneur yang dapat bersaing. Tujuannya agar setelah lulus dari sebuah sekolah atau institut pendidikannya, jika mereka tidak dapat melanjutkan tingkat pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi; karena alasan ekonomi. Mereka tetap mempunyai bekal keterampilan dibidang mereka masing-masing. Dengan begitu walaupun mereka tidak dapat melanjutkan pendidikannya paling tidak mereka dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat, seperti menciptakan lapangan pekerjaan kecil-kecilan dari keterampilan yang telah mereka miliki. Seiring hal itu, saya berharap tidak ada lagi orang-orang yang menganggur setelah mereka meraih ijazah atau gelarnya. Dan tidak terus menuntut mereka untuk bekerja disebuah perusahaan apalagi perusahaan asing yang justeru lebih merugikan kita dan malah menguntungkan mereka. Saya bicara seperti ini, karena saya telah melihat jauh lebih dulu pada diri saya. Ketika saya menjadi siswa, saat itu keterampilan yang saya miliki adalah dibidang seni tulisan indah, lebih luasnya seperti kaligrafi, melukis, dekorasi, sablon, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan keterampilan tangan. Sebelum saya lulus dari sekolah, saya sudah mulai berfikir untuk kelangsungan hidup dimasa depan saya. Waktu itu Prioritas utama saya setelah lulus dari sekolah adalah masuk perguruan tinggi diluar negeri. Dengan itu maka saya harus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, bahkan setinggi-tingginya. Jika perlu sampai Doktoral atau Profesor. Dengan  memprioritaskan perguruan tinggi diluar negeri bukan berarti saya menganggap remah perguruan tinggi didalam negeri. Atau menganggap tidak ada jaminan jika saya melanjutkan pendidikan saya didalam negeri. Tidak, tidak begitu. Itu kembali ke pribadi orangnya masing-masing. Melainkan saya mengharapkan selain dapat menambah wawasan pengetahuan saya, saya ingin juga menambah wawasan pengalaman saya dengan bergaul secara internasional.  Namun bila prioritas utama itu tidak tercapai, maka saya harus memanfaatkan keterampilan saya, saat itu saya ber'azzam, minimal saya harus membuka usaha. Dan maksimalnya saya harus menciptakan lapangan pekerjaan dengan memperkerjakan orang-orang. Entah itu buka usaha galery lukisan, terima pesan bingkai, atau buka usaha percetakan. Dengan melakukan seperti ini, saya sudah melakukan sesuatu yang tidak hanya membantu ekonomi saya pribadi tetapi juga sudah membantu upaya pemerintah dalam mengurangi pengangguran dinegeri ini. apalagi kalau saya sampai memperkerjakan oranglain di usaha yang saya kelola. Saya akan lebih banyak membantu orang-orang. Mengapa saya bersikeras seperti demikian, karena saya sama sekali tidak ada keinginan untuk kerja disebuah perusahaan, pabrik, atau lain sebagainya. Disamping saya tidak ada bakat menjadi pekerja/karyawan, saya tidak pernah ingin menjadi karyawan. Yang saya ingin saya mempunyai banyak karyawan. Itu mimpi saya.

Kemudian, sama halnya dengan wirausaha, pengembangan diri juga harus diprioritaskan kepada anak-anak asuh/didik saya kelak. Konsep atau manajemen ini harus dikenalkan dan diterapkan dikalangan mereka. Agar mereka mengenali, tidak hanya dirinya saja melainkan mengenali sekitar dan tujuan hidup mereka. Untuk apa mereka hidup, apa yang mereka dapat lakukan dalam kehidupannya, dan apa yang akan dapat mereka tinggalkan untuk kehidupan mereka setelahnya. Pengembangan diri juga sangat mempengaruhi seseorang dalam menjalani kehidupannya. Saya pernah singgung, betapa banyak lulusan-lulusan sarjana namun tidak mempunyai kegiatan. Atau tidak memanfaatkan bidangnya. Ini salah satu "sebab-akibat" karena mereka tidak menerapkan pengembangan diri. Seseorang yang memiliki dan menerapkan pengembangan diri pastinya tidak berada pada keadaan yang salah. sekalipun orang itu tidak berpendidikan tinggi, lantas bagaimana jika berpendidikan tinggi lalu menerapkan pengembangan diri pada dirinya? Ini yang sempurna!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Often Read:

Breaking News

Kata Mereka:

"akulah pemilik masa depanku, tak perduli apa kata orang lain, yg terpenting adalah; Aku adalah Aku, bukan dirimu. Akulah yang menentukan kapan kesuksesan dapat kuraih, karna aku percaya janji Tuhan yang tak mungkin untuk di ingkari."

Percayalah dan yakinlah semuanya dapat kau raih dengan kesungguhan hati dan kebulatan tekad sekeras baja. Kekuranganku adalah sumber kekuatan terbesar dalam hidupku.

(Sahabat saya, Nurul Atiq)